BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
Konsep dasar Bayi baru lahir
1. Definisi
Menurut Kemenkes (2010; h. 34) Bayi
baru lahir (neonatus) adalah bayi usia 0 – 28 hari.
Bayi baru lahir disebut juga dengan
neonatus merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami
trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan
intrauterine ke kehidupan ekstrauterin (Vivian, 2010; h. 1).
Bayi baru lahir normal adalah bayi
yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir antara
2500 sampai dengan 4000 gram (Djitowiyono, 2010; h. 60).
2. Ciri-ciri bayi baru lahir
Menurut Djitowiyono (2010; h. 61)
ciri-ciri bayi baru lahir adalah
a. Berat badan 2500 – 4000 gram.
b. Panjang badan 48 – 52 cm.
c. Lingkar dada 30 – 38 cm.
d. Lingkar kepala 33 – 35 cm.
e. Frekuensi jantung 120 – 160 kali/menit.
f. Pernafasan ± 60-40 kali/menit.
g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena
jaringan sub kutan cukup.
h. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut
kepala biasanya telah sempurna.
i.
Kuku
agak panjang dan lemas.
j.
Genitalia
: perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora, laki – laki testis sudah
turun, skrotum sudah ada.
k.
Refleks
hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.
l.
Refleks
morro atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik.
m.
Refleks
graphs atau menggenggam sudah baik.
n.
Eliminasi
baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium berwarna hitam
kecoklatan.
3.
Penanganan
Bayi Baru Lahir
Menurut
JNPK-KR/POGI, APN; (2007; h. 48) Asuhan segera, aman dan bersih untuk bayi baru
lahir ialah :
a.
Pencegahan Infeksi
1)
Cuci tangan dengan seksama sebelum
dan setelah bersentuhan dengan bayi.
2)
Pakai sarung tangan bersih pada saat
menangani bayi yang belum dimandikan.
3)
Pastikan semua peralatan dan bahan
yang digunakan, terutama klem, gunting, penghisap lendir DeLee dan benang tali
pusat telah didesinfeksi tingkat tinggi atau steril.
4)
Pastikan semua pakaian, handuk,
selimut dan kain yang digunakan untuk bayi, sudah dalam keadaan bersih. Demikian
pula dengan timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop.
b.
Melakukan penilaian
1)
Apakah bayi menangis kuat dan/atau
bernafas tanpa kesulitan.
2)
Apakah bayi bergerak dengan aktif
atau lemas.
Jika bayi tidak bernapas atau
bernapas megap-megap atau lemah maka segera lakukan tindakan resusitasi bayi
baru lahir.
c.
Pencegahan Kehilangan Panas
Mekanisme
kehilangan panas
meliputi :
1) Evaporasi
Penguapan cairan ketuban pada
permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi
tidak segera dikeringkan.
2) Konduksi
Kehilangan panas tubuh melalui
kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin contohnya meja,
tempat tidur, timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan
menyerap panas tubuh bayi bila bayi diletakkan di atas benda – benda tersebut.
3) Konveksi
Kehilangan panas tubuh terjadi saat
bayi terpapar udara sekitar yang lebih dingin, contohnya ruangan yang dingin,
adanya aliran udara dari kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi, atau
pendingin ruangan.
4) Radiasi
Kehilangan panas yang terjadi karena
bayi ditempatkan di dekat benda – benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah
dari suhu tubuh bayi, karena benda-benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh
bayi (walaupun tidak bersentuhan secara langsung).
Mencegah terjadinya kehilangan panas melalui
upaya berikut :
a) Keringkan bayi dengan seksama.
b) Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat.
c) Selimuti bagian kepala bayi.
d) Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya.
e) Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru
lahir.
Sedangkan
menurut Saifuddin (2006; h. 133) tujuan utama perawatan bayi segera sesudah
lahir, ialah :
a. Membersihkan jalan nafas
Bayi normal akan menangis spontan
segera setelah lahir. Apabila bayi tidak langsung menangis, penolong segera
membersihkan jalan nafas dengan cara sebagai berikut :
1) Letakkan
bayi pada posisi
terlentang di tempat yang keras dan hangat.
2) Posisi
kepala diatur lurus sedikit tengadah ke belakang.
3) Bersihkan
hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi dengan jari tangan yang dibungkus
kasa steril.
4) Tepuk
kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi dengan kain.
b. Memotong dan merawat tali pusat
Tali
pusat dipotong
sebelum atau sesudah plasenta lahir tidak begitu menentukan dan tidak akan mempengaruhi
bayi, kecuali pada bayi
kurang bulan. Tali pusat dipotong 5 cm dari dinding perut bayi dengan gunting
steril dan diikat dengan pengikat steril. Apabila masih terjadi perdarahan
dapat dibuat ikatan baru. Sebelum memotong tali pusat, dipastikan bahwa tali pusat
telah diklem dengan baik, untuk mencegah terjadinya perdarahan, membungkus
ujung potongan tali pusat adalah kerja tambahan. Menurut Kemenkes (2010; h. 34)
untuk merawat tali pusat jangan membungkus puntung atau mengoleskan cairan atau
bahan apapun ke puntung tali pusat. Mengoleskan alkohol atau povidon yodium
masih diperkenankan apabila terdapat tanda infeksi, tetapi tidak dikompreskan
karena menyebabkan tali pusat basah atau lembab.
c. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Pada waktu baru lahir, bayi belum
mampu mengatur tetap suhu badannya dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya tetap hangat. Bayi baru lahir harus
dibungkus hangat.
d. Memberi Vitamin K
Untuk
mencegah terjadinya perdarahan, semua bayi
baru lahir normal dan cukup bulan perlu diberi vitamin K per oral 1 mg/hari
selama 3 hari, sedangkan bayi resiko tinggi diberi vitamin K parenteral dengan
dosis 0,5 – 1 mg I.M.
e. Memberi Obat Tetes /
Salep Mata
Di
beberapa negara perawatan mata bayi baru lahir secara hukum diharuskan untuk
mencegah terjadinya oplitalmic neonatorum. Di daerah dimana prevalensi gonorhoe
tinggi, setiap bayi baru lahir perlu diberi salep mata sesudah 5 jam bayi
lahir. Pemberian obat mata eritromisin 0,5% atau tetrasiklin 1% dianjurkan
untuk pencegahan penyakit mata karena klamidia (penyakit menular seksual).
f. Identifikasi bayi
Apabila bayi dilahirkan di tempat bersalin yang persalinannya mungkin
lebih dari
satu persalinan, maka sebuah alat pengenal yang efektif harus diberikan kepada
setiap bayi baru lahir dan harus tetap di tempatnya sampai waktu bayi
dipulangkan.
g. Pemantauan
Bayi Baru Lahir
Tujuan
pemantauan bayi baru lahir adalah untuk mengetahui aktivitas bayi normal atau
tidak dan identifikasi masalah kesehatan bayi baru lahir yang memerlukan
perhatian keluarga dan penolong persalinan serta tindak lanjut petugas
kesehatan.
4.
Pertumbuhan
dan perkembangan bayi baru lahir
Setiap bayi merupakan individu yang
mempunyai temperamen dan kepribadian unik. Bayi berbeda dari bayi lainnya dalam
hal penampilan, tingkat aktivitas, respons terhadap rasa lapar, sakit, atau bosan
dan pola tidur serta makan (Simkin, 2007; h. 351).
Untuk tumbuh dan kembang yang normal,
bayi baru lahir memerlukan makanan dan tidur yang cukup. Bayi baru lahir
normalnya kehilangan sekitar 3-5% berat badan pada 3 hari pertama. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena adanya mekonium dikeluarkan dan ASI dari ibu
tersedia sepenuhnya baru sekitar 3 hari setelah melahirkan. Selain itu, bayi
baru lahir mempunyai kebutuhan dan respon sosial, yang jika tidak terpenuhi
juga akan mempengaruhi tumbuh dan kembangnya yang normal. Bayi baru lahir perlu
dicintai, dirawat, dan diajak berkomunikasi yang dapat meningkatkan kesempatan
untuk mengembangkan hubungan interpersonal (Maryunani, 2008; h. 58).
5.
Kebutuhan
dasar bayi baru lahir
Menurut Nursalam (2005; h. 25)
kebutuhan-kebutuhan dasar anak (usia 0-18 tahun) untuk Tumbuh Kembang yang optimal
meliputi Asuh, Asih, dan Asah yaitu:
a. Kebutuhan Fisik-Biologis (ASUH):
Meliputi
kebutuhan sandang,
pangan, papan seperti: nutrisi, imunisasi, kebersihan tubuh & lingkungan,
pakaian, pelayanan/ pemeriksaan kesehatan dan pengobatan,
olahraga, bermain dan beristirahat.
1)
Nutrisi harus
dipenuhi sejak anak di dalam rahim. Ibu perlu memberikan nutrisi
seimbang melalui konsumsi makanan yang bergizi dan menu seimbang. Air Susu
Ibu (ASI) yang merupakan nutrisi yang paling lengkap dan seimbang bagi bayi
terutama pada 6 bulan pertama (ASI Eksklusif).
2)
Pemenuhan
akan kebutuhan tempat tinggal yang aman (tempat tidur yang nyaman). Tempat
tidur bayi harus diletakkan didekat tempat tidur ibu sehingga bisa dipeluk,
ditimang, dan diberi makan saat bayi menginginkannya. Sehingga melihat bayi
tidur dan terjaga akan memberikan kepuasan yang mendalam bagi ibu begitu pula
bagi bayi. Tempat tidur bayi juga harus dilengkapi dengan pengahalang dibagian
tepi untuk mencegah bayi jatuh. Tidak perlu menggunaknan bantal, tetapi matras
busa sudah cukup. Seprei dan juga lembaran plastik atau karet untuk mencegah
matras supaya tidak basah juga diperlukan.
3)
Pemberian pakaian yang sesuai dengan
usia. Bayi yang baru lahir harus
dibuat hangat, tetapi jangan terlalu hangat. Pakaian bayi seharusnya tidak membuat
berkeringat. Sehingga ibu harus mengetahui kebutuhan atau pakaian yang sesuai
yang harus dikenakan bayi. Popok yang terbuat dari bahan kasa atau handuk katun
juga gumpalan kapas untuk mengelap pantat bayi yang terkena kotoran. Selain itu
juga bayi membutuhkan baju rompi, kaos tanpa kancing atau resleting, tutup
kepala, baju hangat, kaos kaki, dan juga selimut.
4)
Anak
perlu diberikan imunisasi dasar lengkap agar terlindung dari penyakit-penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi.
5)
Merawat
kebersihan badan dan lingkungan sekitar bayi. Kebersihan badan mencakup
kebersihan hidung, mata, telinga, kulit dan bahkan tali pusar (sekitar umur 0-2
minggu). Menjaga kebersihan hidung sangatlah penting, karena bayi akan
menangis dan sulit bernafas jika hidungnya tersumbat. Telinga dan mata harus
dibersihkan setiap kali sehabis mandi. Saat membersihkan mata, usapkan gumpalan
kapas atau handuk dari ujung mata di dekat hidung kearah keluar. Tidak usah
menghias mata bayi dengan pewarna. Tali pusat biasanya akan segera diberi obat
anti bakteri atau diperban oleh dokter di ruang bersalin. Biasanya puntung ini
akan lepas dalam waktu seminggu jika dibiarkan.
6)
Memberikan pengobatan ketika bayi
sedang sakit. Sejak bayi berusia satu bulan sebaiknya diperiksakan ke dokter,
tidak usah menunggu sampai
masalah medis timbul dan menjadi parah. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
memeriksakan keadaan perut bayi, karena terkadang bayi selama 3 bulan pertama
kehidupannya mengalami sakit perut yang hebat yang kemungkinan disebabkan
karena adanya udara dalam perut bayi. Selain itu dapat juga melakukan
pengecekan pada saluran pernapasan, karena dikhawatirkan dapat terserang
infeksi akur seperti infeksi saluran pernapasan bagian atas, rinitis
(peradangan pada hidung) atau otitis (infeksi telinga) sehingga memerlukan
konsultasi dokter.
b. Kebutuhan kasih sayang dan emosi (ASIH)
Pada
tahun-tahun pertama kehidupannya (bahkan sejak dalam kandungan), anak mutlak
memerlukan ikatan yang erat, serasi dan selaras dengan ibunya untuk
menjamin tumbuh kembang fisik-mental dan psikososial. Kebutuhan emosi
atau kasih sayang (asih) pada anak usia 0-3 bulan antara lain :
1)
Memberikan rasa aman (emotional
security) baik secara kontak fisik maupun psikis. Ketika seorang bayi dibawa
mendekat ke tubuh ibunya dan digendong dengan lembut serta penuh cinta kasih
dalam bahunya, bayi itu tentu saja lebih diam. Karena bayi merasa lebih aman
dalam dekapan ibunya. Selain itu tindakan ini membuat sinyal unik tertentu
semacam bentuk “komunikasi” antara ibu dengan anaknya. Tangan ibunya meyakinkan
si bayi tentang perasaan aman mengenai kehidupan sebelumnya didalam rahim ibu
dimana dia mendengarkan nyayian pengantar tidur terus menerus oleh suara detak
jantungnya, oleh hembusan nafasnya yang teratur dan lembut gerakan tubuhnya.
2)
Memberikan rasa kasih sayang dan
perhatian. Rasa cinta kasih yang diterima bayi akan membuat bayi yang sakit
menjadi sembuh dan sebaliknya kurangnya rasa cinta kasih akan membuat bayi yang
sehat menjadi sakit. Cinta kasih dibutuhkan jauh sebelum seorang bayi tumbuh
besar. Kenyataannya adalah pada beberapa menit pertama dan beberapa jam setelah
lahir, intensitas kedekatan antara bayi baru lahir di satu sisi, dengan ibu dan
ayah di sisi lain, secara meyakinkan mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan
perilaku anak tersebut.
3)
Memberikan perlindungan sejak usia
kehamilan hingga anak dewasa. Saat mengetahui kehamilan, ibu harus memeriksa
kehamilannya dan terus melakukannya sepanjang ibu hamil.
4)
Pengasuhan dengan kasih sayang yang
tulus dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi menimbulkan kepercayaan pada
bayi terhadap lingkungannya. Saat bayi berumur 0-3 bulan, dia seperti keluar
dari cangkangnya. Dengan pengasuhan yang didalamnya terkandung kasih sayang
yang tulus dia akan menunjukkan rasa senangnya dengan jelas saat diangkat,
ditimang, dipeluk atau diajak bicara. Setiap bayi yang mendapatkan kasih sayang
yang tulusdan adanya orang tua disamping bayi didekatnya maka ia merasa
diterima dan senang dengan keluarga yang ada disekitarnya, sehingga dapat
timbul rasa percaya terhadap lingkungannya.
c. Kebutuhan Stimulasi (ASAH)
Stimulasi
dilakukan setiap ada kesempatan berinteraksi dengan bayi-balita, setiap hari,
terus menerus, bervariasi, disesuaikan dengan umur perkembangan kemampuannya,
dilakukan oleh keluarga (terutama ibu atau pengganti ibu). Stimulasi harus
dilakukan dalam suasana yang menyenangkan dan kegembiraan antara pengasuh dan
bayi/balitanya. Jangan memberikan stimulasi dengan terburu-terburu, memaksakan
kehendak pengasuh, tidak memperhatikan minat atau keinginan bayi/balita, atau
bayi-balita sedang mengantuk, bosan atau ingin bermain yang lain. Berbagai
parameter stimulasi perlu dipertimbangkan termasuk jumlah, tipe, waktu, pola,
kualitas stimulasi serta faktor risiko yang ada. Bebagai macam stimulasi yang
dianjurkan pada bayi adalah :
1)
Stimulasi Visual (gerakan, warna,
bentuk).
2)
Stimulasi Auditori (menyanyi, musik,
suara ibu).
3)
Stimulasi Taktil (pijat, posisi,
fleksi ekstensi).
Cara berinteraksi pada bayi usia 0-3
bulan:
1)
Penglihatan
a)
Menarik perhatian bayi, dekatkan
wajah ibu.
b)
Pertahankan kontak mata yang lama.
c)
Ubah ekspresi wajah untuk
mempertahankan interaksi visual, menggunakan senyuman, ekspresi kaget, gerakan
lidah.
d)
Tirukan ekspresi wajah bayi.
e)
Gerakan benda berwarna terang untuk
membantu pemfokusan bayi dan mengikutinya.
f)
Atur posisi bayi sehingga ia dapat
melihat ke orangtua.
2)
Pendengaran
a)
Gunakan suara anda untuk berbagai
cara berkomunikasi dengan bayi (bernyanyi, bergumam, berkotek, memanggil mama,
bercakap).
b)
Berusaha agar bayi menggerakkan
matanya dan kepalanya kearah suara anda.
c)
Gunakan benda untuk menimbulkan
suara (kerincingan, bel, musik).
3)
Perabaan
a)
Menggendong dan mengatur posisi.
b)
Sentuhan, tepukan, urut/pijat bayi
dengan cara menenangkan dan berirama.
c)
Manfaatkan refleks bayi untuk
interaksi (refleks isap, refleks memegang).
d)
Pegang dan timang bayi.
e)
Ayunkan bayi ketika diam, dan hibur
dengan menggoyang ketika rewel.
B.
Ikterus
1. Definisi
Ikterus adalah warna kuning yang dapat
terlihat pada seklera, selaput lendir, kulit atau organ lain akibat penumpukan
bilirubin (Marmi, 2012; h. 276).
Ikterus adalah pewarnaan kuning di
kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin
dalam darah. Klinis ikterus tampak bila kadar bilirubin dalam serum adalah ≥ 5
mg/dL (Depkes RI, 2007; h. 8-14).
Ikterus adalah deskolorasi kuning pada
kulit, membrane mukosa, dan sklera akibat peningkatan kadar bilirubin dalam
darah (Jufrie, dkk, 2010; h. 263).
2. Metabolisme Billirubin
Sebagian besar (70-80%) produksi
bilirubin berasal dari eritrosit yang rusak. Heme dikonversi menjadi bilirubin
indirek (tak terkonjugasi) kemudian berikatan dengan albumin dibawa ke hepar.
Di dalam hepar, dikonjugasikan oleh asam glukuronat pada reaksi yang
dikatalisasi oleh glukuronil transferase. Bilirubin direk (terkonjugasi)
disekresikan ke traktus bilier untuk diekskresikan melalui traktus
gastrointestinal. Pada bayi baru lahir yang ususnya bebas dari bakteri,
pembentukan sterkobilin tidak terjadi. Sebagai gantinya, usus bayi banyak
mengandung beta glukuronidase yang menghidrolisis bilirubin glukoronid menjadi
bilirubin indirek dan akan direabsorpsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik
ke aliran darah (Mansjoer, dkk, 2005; h. 504).
3. Klasifikasi ikterus
a. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis pada neonatus adalah
keadaan transisional normal yang mempengaruhi hingga 50% bayi aterm yang
mengalami peningkatan progresif pada
kadar bilirubin tak-terkonjugasi dan ikterus pada hari ketiga. Ikterus
fisiologis tidak pernah tampak sebelum 24 jam kehidupan, biasanya menghilang
pada usia satu minggu dan kadar bilirubin tidak pernah melebihi 200-215µmol/L
(12-13mg/dl) (Fraser, 2009; h. 840).
Ikterus fisiologis adalah suatu
kenaikan dan penurunan kadar bilirubin serum(tidak langsung) dalam kisaran (4
hingga 12 mg/dL), pada keempat setelah kelahiran dan memuncak pada hari ketiga
hingga kelima. Ikterik fisiologis biasa terjadi pada bayi term dan sebagai
hasil dari ketidakmaturan hepatik pada neonatus (Ladewig, 2006; h. 199).
Kadar bilirubin total puncak
(terkonjugasi dan tidak) dapat mencapai 12 hingga 15 mg/dl, dibanding dengan
kadar normal yang kurang dari 6 mg/dl pada bayi cukup bulan. Kadar bilirubin
yang tidak terkonjugasi lebih dari 15 mg/dl patut diwaspadai (Corwin, Elizabeth
J, 2009; hl. 661)
Secara keseluruhan, 6-7% bayi cukup
bulan mempunyai kadar bilirubin indirek lebih besar dari 12,9 mg/dl dan kurang
dari 3% mempunyai kadar yang lebih besar dari 15 mg/dl. Faktor risiko untuk
mengalami hiperbilirubinemia indirek meliputi : diabetes pada ibu, ras,
prematuritas, obat-obatan(vitamin K3, novobiosin), tempat yang tinggi,
polistemia, jenis kelamin laki-laki, trisomi-21, memar kulit, sefalhematom,
induksi, oksitosin, pemberian ASI, kehilangan berat badan (dehidrasi atau
kehabisan kalori), pembentukan tinja lambat, dan ada saudara yang mengalami
ikterus fisiologis. Bayi-bayi tanpa variabel ini jarang mempunyai kadar
bilirubin indirek diatas 12mg/dl, sedangkan bayi yang mempunyai banyak risiko
lebih mungkin mempunyai kadar bilirubin lebih tinggi (Behrman, Richard E, dkk,
2000; hl. 611)
b. Ikterus Patologi
Ikterus patologis ditandai dengan
kulit kekuning-kuningan dan peningkatan kadar bilirubin serum diatas 12,9 mg/dL
pada bayi aterm dan 15 mg/dL pada bayi preterm dalam 24 jam setelah kelahiran (Ladewig,
2006; h. 199).
Ikterus patologis tidak mudah dibedakan
dari ikterus fisiologis. Menurut Surasmi (2006), ikterus yang kemungkinan
menjadi patologi atau dapat dianggap sebagai hiperbilirubinemia ialah :
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
sesudah kelahiran.
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5
mg% atau lebih setiap 24 jam.
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10
mg% pada neonatus kurang bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
4) Ikterus yang disertai proses hemolisis
(inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis).
5) Ikterus yang disertai berat lahir
kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfissia, hipoksia,
sindrom gangguan pernapasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,
hiperosmolalitas darah.
c. Kern ikterus
Kern ikterus ialah ensefalopati
billirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus
berat (billirubin indirek lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik
berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus
secara klinis berbentuk kelainan saraf spastis yang terjadi secara kronik
(Surasmi, 2010; h. 57).
d. Ikterus hemolitik
Hal ini dapat disebabkan oleh
inkompatibilitas rhesus, golongan darah ABO, golongan darah lain, kelainan
eritrosit congenital, atau defisiensi enzim G-6-PD (Kosim, 2008; h. 845).
e. Ikterus Obstruktif
Obstruktifa dalam penyaluran empedu
dapat terjadi didalam hepar dan diluar hepar. Akibat obstruktifa itu terjadi
penumpukan bilirubin tidak langsung. Bila kadar bilirubin langsung melebihi 1
mg% maka kita harus curiga akan hal-hal yang menyebabkan obstruksi misalnya
sepsis, hepatitis neonatorum pielonefritis atau obtruksi saluran empedu. Dalam
menghadapi kasus seperti ini penting sekali diperiksa kadar bilirubin serum,
tidak langsung dan langsung selanjutnya apakah terdapat bilirubin air kencing
dan tinja (Marmi, 2012; h. 283).
4. Etiologi
Menurut Marmi (2012; h. 278) etiologi pada BBL dapat
berdiri sendiri maupun disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar
etiologi itu dapat dibagi sebagai berikut :
a. Produksi yang berlebihan lebih dari
pada kemampuan bayi untuk mengeluarkannya misalnya hemolisis yang meningkat
pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim
G6PD, pyruvate kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan
konjugasi hepar.
c. Gangguan dalam transportasi bilirubin
dalam darah terikat oleh albumin kemudian diangkut kehepar, ikatan bilirubin
dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat obatan misalnya salisilat,
sulfatfurazole.
d. Gangguan dalam sekresi.
e. Obstruksi saluran pencernaan.
f. Ikterus akibat Air Susu Ibu (ASI).
Ikterus fisiologis pada neonatus adalah akibat kesenjangan
antara pemecahan sel darah merah dan kemampuan bayi untuk mentranspor,
mengonjugasi, dan mengekskresi bilirubin tak-terkonjugasi (Fraser, 2009; h. 840).
Etiologi yang melatarbelakangi ikterus patologis adalah
beberapa gangguan pada produksi, transport, konjugasi, atau ekskresi billirubin
(Fraser, 2009; h. 844).
5. Patofisiologi
Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari
pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin reduktase, dan agen
pereduuksi nonenzimatik dalam system retikuloendotelial. Setelah pemecahan hemoglobin,
bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein intraselular “Y protein” dalam
hati. Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatic dan adanya ikatan
protein. Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi
oleh enzim asam uridin difosfoglukuronat uridin
diphosphoglucuronic acid (UPGA) glukuronil transferase menjadi bilirubin
mono dan diglucuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi direk).
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat
dieliminasai melalui ginjal. Denan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu
melalui membaran kanalikular. Kemudian ke sistem gastrointestinal dengan
diaktifkan oleh bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urin. Beberapa
bilirubin diabsorbsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik. Warna kuning
dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak, tak
terkonjugasi, nonpolar (bereaksi indirek).
Pada bayi dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan
hasil dari difisiensi atau tidak aktifnya glukuronil transferase. Rendahnya
pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan
dengan penurunan aliran darah hepatik. Jaundice yang terkait dengan pemberian
ASI merupakan hasil dari hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnaediol
atau asam lemak bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah
lahir. Dimana terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai
30 mg/dl selama minggu ke-2 sampai ke-3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu
dan menurun 10 minggu. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan
menurun berangsur-angsur dapat menetap selama 3 sampai 10 minggu pada kadar
yang lebih rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar billirubin serum akan
turun dengan cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian
ASI selama 1 sampai 2 hari dan penggantian ASI dengan formula mengakibatkan
penurunan bilirubin serum dengan cepat. Sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai
lagi dan hyperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumnya.
Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam pertama
kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis muncul antara 3
sampai 5 hari sesudah lahir (Suriadi, 2006; h. 133).
6. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk timbulnya
ikterus neonatorum :
a. Faktor
Maternal
1)
Ras atau kelompok etnik tertentu
(Asia, Native American, Yunani).
2)
Komplikasi kehamilan (DM,
inkompatibilitas ABO dan Rh).
3)
Penggunaan infus oksitosin dalam
larutan hipotonik.
4)
ASI.
b. Faktor
Perinatal
1)
Trauma lahir (sefalhematom,
ekimosis).
2)
Infeksi (bakteri, virus, protozoa).
c. Faktor
Neonatus
1)
Prematuritas.
2)
Faktor genetik.
3)
Polisitemia.
4)
Obat (streptomisin, kloramfenikol,
benzyl-alkohol, sulfisoxazol).
5)
Rendahnya asupan ASI.
6)
Hipoglikemia.
7)
Hipoalbuminemia (Kosim, 2008; h. 148).
7. Gambaran klinis
a. Pemeriksaan klinis ikterus dapat
dilakukan pada bayi baru lahir asal dengan menggunakan pencahayaan yang
memadai. Ikterus akan terlihat lebih berat bila dilihat dengan sinar lampu dan
dapat tidak terlihat dengan penerangan yang kurang. Tekan kulit dengan ringan
memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan:
1) Hari 1 tekan pada ujung hidung atau
dahi.
2) Hari 2 tekan pada lengan atau tungkai.
3) Hari 3 dan seterusnya, tekan pada
tangan dan kaki.
b. Ikterus muncul pertama di daerah
wajah, menjalar kearah kaudal tubuh, dan ekstremitas.
c. Tentukan tingkat keparahan ikterus
secara kasar dengan melihat pewarnaan kuning pada tubuh (metode kremer).

Derajat Ikterus
|
Daerah Ikterus
|
Perkiraan kadar billirubin (mg%)
|
I
|
Daerah
kepala dan leher
|
5
|
II
|
Daerah 1
(+) badan bagian atas
|
9
|
III
|
Daerah 1, 2
(+) badan bagian bawah dan tungkai
|
11
|
IV
|
Daerah 1,
2, 3 (+) lengan dan kaki dibawah dengkul
|
12
|
V
|
Daerah 1,
2, 3, 4 (+) tangan dan kaki
|
16
|
Sumber : Depkes RI ( 2007; h. 8-15)
d. Pemeriksaan tanda klinis lain seperti
gangguan minum, keadaan umum, apnea, suhu yang labil, sangat membantu
menegakkan diagnosis penyakit utama disamping keadaan hiperbilirubinemianya
(Depkes RI, 2007; h. 8-15).
8. Prognosis
Istilah bilirubin ensefalopati lebih
menunjukkan kepada manifestasi klinis yang timbul akibat efek toksis bilirubin
pada system saraf pusat yaitu basal ganglia dan pada berbagai nuclei batang
otak. Keadaan ini tampak pada minggu pertama sesudah bayi lahir dan dipakai
istilah akut bilirubin ensefalopati. Sedangkan istilah kern ikterus adalah
perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada
beberapa daerah di otak terutama di ganglia basalis, pons dan serebelum. Kern
ikterus digunakan untuk keadaan klinis yang kronik dengan sekuele yang permanen
karena toksik bilirubin.
Manifestasi klinis akut bilirubin
ensefalopati : pada fase awal, bayi dengan ikterus berat akan tampak letargis,
hipotonik, dan reflek hisap buruk. Sedangkan pada fase intermediate ditandai
dengan moderate stupor, iritabilitas, dan hipotorni. Untuk selanjutnya bayi
akan demam, high-pitched cry,
kemudian akan menjadi drowsiness dan
hipotoni. Manifestasi hipertonia dapat berupa retrocollis dan opistotonus.
Manifestasi klinis kern ikterus : pada
tahap yang kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang bertahan hidup, akan
berkembang menjadi bentuk athetoid cerebral palsy yang berat gangguan
pendengaran, dysplasia dental-enamel, paralisis upward gaze (Kosim, 2008; h. 148).
9. Penanganan
Bidan dan perawat dapat memberi
nasehat mengenai penanganan ikterus fisiologis dan memberitahu gejala dini
ikterus patologi pada para ibu sebelum memulangkan bayi. Hal ini mengingat
kemungkinan karena 60% bayi baru lahir menderita kuning/ikterus. Hal-hal yang
perlu dijelaskan pada ibu, diantaranya:
a. Pada saat ibu hamil, ibu jangan meminum
jamu atau ramuan yang sering diketahui mengakibatkan kuning pada bayi.
b. Bayi mendapatkan kalori dan cairan
yang cukup.
c. Ruang bayi mendapatkan sinar matahari
yang cukup.
d. Anjurkan pada ibu untuk menyusui bayi
sesering mungkin.
e. Jemur bayi dipagi hari tanpa baju
antara pukul 07.30-09.00 selama 20-30 menit sampai bayi berumur 10-14 hari.
f. Meskipun sudah banyak menyusu dan
sudah dijemur, namun bayi masih tampak kuning, apalagi bila disertai gejala
malas minum atau iritabel, anjurkan bayi segera dibawa kedokter atau rumah
sakit.
g. Bayi yang kuning pada hari pertama,
harus dirujuk ke rumah sakit.
h. Terapi sinar biasanya diberikan bila
kadar bilirubin diatas 12mg%.
i. Transfusi tukar biasanya dilakukan
bila kadar bilirubin indirek diatas 20mg% (Maryunani, 2008; h. 163).
Tabel 2.2 Bagan Penanganan Ikterus Bayi Baru Lahir
TANDA-TANDA
|
Warna
kuning pada kulit dan sklera mata (tanpa hepatomegali, perdarahan kulit, dan
kejang-kejang)
|
||||||
KATEGORI
PENILAIAN
|
Normal
|
Fisiologik
|
Patologik
|
||||
1. Daerah Ikteus (rumus Kramer)
2. Kuning hari ke:
3. Kadar bilirubin
|
1
1-2
≤ 5
mg%
|
1+2
>
3
5-9
mg%
|
1 –
4
>
3
11-15
mg%
|
1-5
>3
>15-20mg%
|
1-5
>3
>20mg%
|
||
PENANGANGAN
|
|||||||
Bidan atau Puskesmas
|
Terus
diberi ASI
|
1.
Jemur di matahari pagi jam 7-9 selama
10 menit.
2.
Badan bayi telanjangg, mata ditutup.
3.
Terus diberi ASI.
4.
Banyak minum
|
5. Rujuk
ke rumah sakit
6. Banyak
minum.
|
||||
Rumah sakit
|
Sama
dengan diatas
|
Sama
dengan diatas
|
Terapi
sinar
|
Terapi
sinar
|
|
||
|
|
1.
Periksa golongan darah ibu dan bayi.
2.
Periksa kadar billirubin.
|
|||||
|
Nasihat
bila semakin kuning, kembali
|
|
Waspadai
bila kadar billirubin naik > 0,5 mg/jam coomb’s test
|
Tukar
darah
|
|||
Sumber : Saifuddin (2006; h. 385)
10. Pemberian terapi sinar
Menurut
kosim (2008; h. 26) fototerapi yang intensif seharusnya
a. Letakkan bayi dibawah lampu terapi
sinar
1) Bila berat badan bayi 2000 gram atau
lebih, letakkan bayi dalam keadaan telanjang di boks bayi. Bayi yang lebih kecil
diletakkan dalam inkubator.
2) Tutup mata bayi dengan penutup,
pastikan penutup mata tidak menutupi hidung. Jangan gunakan plester untuk
memfiksasi penutup.
b. Letakkan bayi sedekat mungkin dengan
lampu sesuai dengan petunjuk atau manual dari pabrik pembuat alat.
c. Ubah posisi bayi tiap 3 jam.
1) Anjurkan ibu menyusui sesuai keinginan
bayi, paling tidak setiap 3 jam:
a) Pindahkan bayi dari alat terapi sinar
selama diberi minum dan lepas penutup matanya.
b) Tidak perlu menambah atau mengganti
ASI dengan air, dekstrosa atau formula.
2) Bila bayi tidak dapat menyusui,
berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternative pemberian
minum. Selama dilakukan terapi sinar, naikkan kebutuhan hariannya dengan
menambah 25 mL/kgBB.
3) Bila bayi mendapat cairan IV, naikkan
kebutuhan hariannya 10% selama bai dilakukan terapi sinar.
4) Bila bayi mendapat cairan IV, atau
diberi minum melalui pipa lambung. Bayi tidak perlu dipindahkan dari lampu
terapi sinar.
d. Selama dilakukan terapi sinar, feses
bayi bisa menjadi cair dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak memerlukan terapi
khusus.
e. Lanjutkan pengobatan dan pemeriksaan
lain:
1) Bayi dipindahkan dari alat terapi
sinar hanya bial akan dilakukan tindakan yang tidak dapat dikerjakan dibawah
lampu terapi sinar.
2) Bila bayi mendapat terapi olsigen, matikan
lampu saat memeriksa bayi untuk mengetahui sianosis sentral.
f. Pantau suhu tubuh bayi dan suhu udara
ruangan setiap 3 jam.
g. Periksa kadar bilirubin serum tiap 12
jam :
1) Hentikan terapi sinar bila kadar
bilirubin turun dibawah batas untuk dilakukan terapi sinar atau 15 mg/dL
(260mmol/L).
2) Bila kadar bilirubin serum mendekati
nilai untuk dilakukan transfusi tukar, bila memungkinkan segera rujuk ke Rumah
Sakit Rujukan atau dengan fasilitas pelayanan spesialis untuk dilakukan
transfusi tukar. Lakukan persiapan untuk merujuk dan kirim juga sampel darah
ibu dan bayi.
h. Bila bilirubin serum tidak dapat
dipeiksa :
1) Bila bayi kecil (berat lahir <2500
gram atau umur kehamilan <37 minggu) atau sepsis, hentikan terapi sinar
setelah 3 hari.
2) Bilirubin pada kulit dapat menghilang
dengan cepat dengan terapi sinar. Warna kulit tidak dapat digunakan sebagai
petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin serum selama bayi dilakukan terapi
sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.
i. Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah
tidak diperlukan, bayi minum dengan baik, atau bila sudah tidak ditemukan
masalah yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
j. Ajari ibu untuk menilai ikterus dan
beri nasehat pada ibu untuk keembali bila terjadi ikterus lagi (MNH-JHPIEGO,
2003; h. 47)
C. Konsep Dasar Manajemen Kebidanan
1. Pengertian dasar manajemen kebidanan
a. Manajemen kebidanan adalah pemecahan
masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan
tindakan berdasarkan teori ilmiah penemuan-penemuan dan ketrampilan dalam
rangkaian atau tahapan logis untuk mengambil suatu keputusan yang berfokus pada
klien (Varney, 2004; h. 32).
b. Asuhan Kebidanan adalah penerapan
fungsi, kegiatan, dan tanggung jawab bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan
terhadap klien (Varney, 2004; h. 32).
2. Langkah-langkah manajemen kebidanan
Tujuh langkah manajemen kebidanan
menurut Varney (2004; h. 32) adalah
sebagai berikut:
a. Langkah I : Pengkajian
Pada langkah pertama ini dikumpulkan
semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan
keadaan pasien. Langkah ini merupakan langkah awal untuk menentukan langkah
berikutnya sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang dihadapi. Data
dasar ini meliputi data subyektif, data obyektif dan hasil pemeriksaan sehingga
dapat menggambarkan keadaan pasien yang sebenarnya.
b. Langkah II : Interpretasi Data
Pada langkah ini mengidentifikasi
terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan data yang telah dikumpulkan
diinterpretasikan sehingga ditemukan diagnosa kebidanan dan masalah yang
spesifik.
c. Langkah III : Identifikasi Masalah dan
Diagnosa Potensial
Pada langkah ini diidentifikasi
masalah atau diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah. Langkah ini
membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan.
d. Langkah IV : Identifikasi Tindakan Segera
Langkah ini mengidentifikasi perlunya
tindakan atau masalah potensial untuk ditangani atau segera dikonsultasikan
dengan dokter sesuai dengan keadaan pasien. Dalam kondisi tertentu seorang
wanita mungkin memerlukan konsultasi dan kolaborasi dengan dokter sehingga
bidan harus mampu mengevaluasi setiap keadaan pasien untuk menentukan kepada
siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen asuhan
pasien.
e. Langkah V : Perencanaan
Pada langkah ini direncanakan asuhan
yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini
merupakan kelanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau
diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang
sudah teridentifikasi dari keadaan pasien atau dari setiap masalah yang
berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut
seperti yang diperkirakan akan terjadi berikutnya. Apakah dibutuhkan konseling
penyuluhan dan apakah perlu merujuk pasien bila ada masalah yang berkaitan
dengan sosial, ekonomi, kultural, atau masalah psikologis.
f. Langkah VI : Pelaksanaan atau
Implementasi
Pada langkah ini rencana asuhan
menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah V dilaksanakan secara
efektif. Perencanaan ini biasa dilakukan sepenuhnya oleh bidan atau tim
kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri tetapi tetap
bertanggung jawab dalam pelaksanaannya.
g. Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi
keefektifan dari asuhan yang diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan
bantuan apakah benar-benar terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasikan di dalam diagnosa potensial.
3. Metode pendokumentasian SOAP
Menurut Pusdiknakes (2003; h. 41), SOAP
adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis, dan tertulis. Metode SOAP
ini disarikan dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan. Dipakai untuk
pendokumentasian asuhan pasien dalam rekam medis pasien sebagai catatan
kemajuan.
Menurut Jannah (2011; h.48) adalah :
a. Subjektive (S)
Menggambarkan
dokumentasi hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis sebagai langkah I
Varney.
b. Objektif (O)
Menggambarkan
hasil dokumentasi hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium, dan uji
diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai
langkah I Varney.
c. Assessment (A)
Menggambarkan
dokumentasi hasil analisis dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam
suatu identifikasi.
1)
Diagnosis
/ masalah
2)
Antisipasi diagnosis / kemungkinan masalah.
3)
Perlunya
tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi / kolaborasi, dan atau
rujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4 Varney.
d. Planning (P)
Menggambarkan
dokumentasi tingkatan (I) dan evaluasi perencanaan (E) berdasarkan pengkajian
langkah 5, 6, dan 7 Varney.
Hubungan
manajemen kebidanan dan metode pendokumentasian dengan SOAP dapat lihat sebagai
berikut.
Tabel 2.3 Hubungan manajemen kebidanan dan metode pendokumentasian dengan
SOAP
Langkah
Manajemen Kebidanan Menurut Varney
|
Langkah
dalam Pendokumentasian Dengan SOAP
|
Langkah
1
(Pengkajian
Data)
|
Pengumpulan data Subyektif (S)
|
Pengumpulan data Obyektif (O)
|
|
Langkah
2
(Antisipasi
Masalah)
|
Perumusan
Assessment (A) atau analisis dari data subyektif dan Obyektif
|
Langkah
3
(Antisipasi
Masalah)
|
|
Langkah
4
(Tindakan
Segera)
|
|
Langkah
Manajemen Kebidanan Menurut Varney
|
Langkah
dalam Pendokumentasian Dengan SOAP
|
Langkah
5
(Perencanaan)
|
Pembuatan
Planning (P) yang merupakan Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi Asuhan.
|
Langkah
6
(Pelaksanaan)
|
|
Langkah
7
(Evaluasi)
|
D. Konsep Dasar Manajemen Kebidanan Pada
Bayi Baru Lahir dengan Ikterus
Manajemen
atau asuhan segera pada bayi baru lahir normal adalah asuhan yang diberikan
pada bayi pada jam pertama setelah kelahiran, dilanjutkan sampai 24 jam setelah
kelahiran (Sudarti, 2010; h. 83).
Asuhan kebidanan
pada bayi baru lahir bertujuan untuk memberikan asuhan yang adekuat dan
berstandar pada bayi baru lahir dengan memperhatikan riwayat bayi selama
kehamilan, dalam persalinan dan keadaan bayi segera setelah dilahirkan
(Sudarti, 2010; h. 83).
Hasil yang
diharapkan dari pemberian asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, adalah
terlaksananya asuhan segera atau rutin pada bayi baru lahir termasuk melakukan
pengkajian, membuat diagnosa, mengidentifikasi diagnosis dan masalah potensial,
tindakan segera serta merencanakan asuhan (Sudarti, 2010; h. 83).
1. Data Subjektif
Langkah
I : Pengkajian
Melakukan pengkajian dengan
mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan bayi baru
lahir (Sudarti, 2010; h. 83).
Pada langkah pertama ini dikumpulkan
semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi klien. Data yang dikumpulkan terdiri dari data subjektif dan data
objektif.
a. Biodata
1) Nama bayi : untuk mengetahui identitas
bayi (Sudarti, 2010; h. 93).
2) Umur bayi : untuk mengetahui berapa
umur bayi yang nanti akan disesuaikan dengan tindakan yang akan dilakukan (Sudarti,
2010; h. 93). Dan untuk mengetahui tingkat keparahan ikterus yaitu jika timbul
pada 24 jam sesudah kelahiran termasuk ikterus patologis sedangkan jika timbul
pada hari kedua-ketiga termasuk ikterus fisiologis.
3) Tanggal/jam lahir : untuk mengetahui
kapan bayi baru lahir, sesuai atau tidak dengan perkiraan lahirnya (Sudarti,
2010; h. 93). Dan untuk mengetahui tingkat kenaikan kadar billirubin pada bayi
cukup bulan atau bayi kurang bulan.
4) Jenis kelamin : untuk mengetahui jenis
kelamin bayi dan membedakan dengan bayi yang lain.
5) Nama ibu/ayah : untuk mengetahui nama
penanggung jawab (Sudarti, 2010; h. 93).
6) Umur ibu/ayah : untuk mengetahui umur penanggung
jawab (Sudarti, 2010; h. 93).
7) Suku bangsa : untuk mengetahui bahasa
sehinga mempermudah dalam berkomunikasi dengan keluarga pasien (Varney, 2004;
h.31).
8) Agama : dengan diketahui agama pasien,
akan mempermudah dalam memberikan dukungan mental dan dukungan spiritual dalam
proses pelaksanaan asuhan kebidanan.
9) Pendidikan orang tua : tingkat
pendidikan akan mempengaruhi sikap dan perilaku kesehatan. Dikaji untuk mempermudah penulis
dalam menyampaikan informasi pada pasien (Wiknjosastro, 2006; h. 56).
10) Pekerjaan : mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan terhadap
permasalahan kesehatan pasien dan untuk menilai sosial ekonomi pasien (Mochtar,
2000; h. 78).
11) Alamat : mempermudah hubungan dengan
anggota keluarga yang lain apabila diperlukan dalam keadaan normal
(Wiknjosastro, 2006; h. 56).
b. Riwayat kehamilan ibu
Untuk mengetahui hari pertama haid
terakhir (HPHT), hari perkiraan lahir (HPL), frekuensi pemeriksaan Ante Natal Care
(ANC), yang memeriksa, keluhan, dan imunisasi (Wiknjosastro, 2006; h.57).
Komplikasi kehamilan (ibu menderita DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) (Surasmi, 2003; h. 68). Riwayat
penggunaan obat selama ibu hamil yang menyebabkan ikterus (sulfa, anti malaria,
nitro furantoin, aspirin) dan riwayat ikterus pada anak sebelumnya (Depkes,
2007; h. 8-14).
c. Riwayat persalinan
Yang perlu dikaji pada saat persalinan
adalah : jenis persalinan, penolong persalinan, lama persalinan, tanda gawat
janin, masalah selama persalinan, pecah ketuban : spontan atau dipecah oleh
petugas kesehatan, jam saat ketuban dipecahkan, komplikasi selama persalinan
(Maryunani, 2008; h. 67).
d. Riwayat kebutuhan nutrisi
Nutrisi terbaik untuk bayi baru lahir
adalah ASI yang dapat diberikan segera setelah bayi lahir, pemberiannya on demand
atau terjadwal sesuai kebutuhan bayi. Menurut WHO (2009; h. 45), kebutuhan
cairan yang dibutuhkan bayi (mL/kg) dengan berat badan >1500 g, yaitu :
1)
Hari 1 : 60cc/kgBB/hari
2)
Hari 2 : 80cc/kgBB/hari
3)
Hari 3 : 100cc/kgBB/hari
4)
Hari 4 : 120cc/kgBB/hari
5)
Hari 5+ : 150cc/kgBB/hari
Memberikan minum 8 kali dalam 24 jam
(misal 3 jam sekali). Apabila bayi telah mendapat minum 160ml/kg berat badan
per hari tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum.
2. Data Objektif
a. Penilaian bayi waktu lahir
Keadaan umum dinilai satu menit
pertama setelah lahir dengan menggunakan nilai APGAR score. Dari penilaian itu
dapat diketahui apakah bayi normal (nilai APGAR 7-10) asfiksia sedang (nilai
APGAR 4-6) asfiksia berat (niali APGAR 0-3) bila sampai 2 menit nilai APGAR
tidak sampai 7 maka bayi harus diresusitasi lebih lanjut, oleh karena itu bila
bayi menderita asfiksia lebih dari 5 menit kemungkinan akan terjadi gejala
neurologi lanjutan dikemudian hari yang lebih besar oleh karena itu penilaian
APGAR dilakukan selain pada umur 1 menit juga pada umur 5 menit. (Wiknjosastro,
2007; h. 712).
b. Tanda-tanda vital
1) Tanda-tanda vital pada bayi normal
menurut Frasser (2009; h. 710) meliputi :
a) Suhu aksila : 36 - 370C.
b) Nadi : 120-160 x/menit.
c) Respirasi : 30-60 kali per menit.
2) Pemeriksaan Antropometri pada bayi
normal menurut Djitowiyono (2010; h. 61) adalah :
a) Berat badan 2500 - 4000 gram.
b) Panjang badan 48 - 52 cm.
c) Lingkar dada 30 – 38 cm.
d) Lingkar kepala 33 – 35 cm.
Bayi biasanya
mengalami penurunan berat badan dalam beberapa hari pertama yang harus kembali
normal pada hari ke-10. Bayi dapat ditimbang pada hari ke-3 atau ke-4 untuk
mengkaji jumlah penurunan berat badan, tetapi bila bayi tumbuh dan minum dengan
baik, hal ini tidak diperlukan. Sebaiknya dilakukan penimbangan pada hari ke-10
untuk memastikan bahwa berat badan lahir telah kembali (Johnson, 2005; h. 277).
c. Pemeriksaan fisik
1) Kepala : memeriksa ubun-ubun, sutura,
moulase, caput succedaneum, cephal hematoma, hidrosefalus, ubun-ubun besar,
ubun-ubun kecil (Sudarti, 2010; h. 87).
2) Muka : memeriksa kesimetrisan muka,
kulit muka tipis dan keriput (Maryunani, 2008; h.87). Bayi ikterus warna kulit
terlihat kuning (Suriadi, 2006; h. 133).
3) Mata : memeriksa bagian sklera pucat
atau kuning dan konjungtiva apakah merah muda atau tidak (Varney, 2007).
4) Hidung : memeriksa lubang hidung
tampak jelas, biasanya berisi cairan mukosa (Maryunani, 2008; h. 87).
5) Mulut : memeriksa reflek hisap,
menelan serta batuk masih lemah atau tidak efektif dan tangisannya melengking
(Surasmi, 2003; h. 68).
6) Telinga : memeriksa kesimetrisan letak
dihubungkan dengan mata dan kepala (Sudarti, 2010; h. 87).
7) Leher : memeriksa pembengkakan dan
benjolan (Sudarti, 2010; h. 87).
8) Dada : memeriksa bentuk dada, putting
susu, bunyi jantung dan pernafasan (Sudarti, 2010; h. 87).
9) Abdomen : memeriksa distensi abdomen,
defek pada dinding perut atau tali pusat dimana usus atau organ perut yang lain
keluar, untuk melihat bentuk dari abdomen (Kosim, 2005).
10) Punggung : memeriksa spina bifida,
mielomeningokel. (Sudarti, 2010; h. 87).
11) Genitalia : memeriksa bagian genitalia
jika perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora, sedangkan laki-laki
testis sudah turun, skrotum sudah ada (Djitowiyono, 2010; h. 61).
12) Anus : memeriksa terdapat lubang anus
(Maryunani, 2008; h. 97).
13) Ekstremitas : memeriksa posisi,
gerakan, reaksi bayi bila disentuh, dan pembengkakan (Sudarti, 2010; h. 86).
Bayi ikterus terlihat hipotonus (Surasmi, 2003; h. 68).
d. Refleks
1) Refleks moro: timbulnya pergerakan
tangan yang simetris apabila kepala tiba-tiba digerakkan (Saifuddin, 2006; h. 138).
2) Refleks rooting: bayi menoleh ke arah
benda yang menyentuh pipi (Saifuddin, 2006; h. 138).
3) Refleks graphs : refleks genggaman
telapak tangan dapat dilihat dengan meletakkan pensil atau jari di telapak
tangan bayi (Frasser, 2009; h. 722).
4) Refleks sucking : terjadi ketika bayi
yang baru lahir secara otomatis menghisap benda yang ditempatkan di mulut
mereka (Frasser, 2009; h.722). refleks menghisap pada bayi ikterus kurang
(Surasmi, 2003; h. 68).
5) Refleks tonicneck : pada posisi
telentang, ekstremitas di sisi tubuh dimana kepala menoleh mengalami ekstensi,
sedangkan di sisi tubuh lainnya fleksi (Frasser, 2009; h. 722).
e. Eliminasi
Pengeluaran pertama pada 24 jam
pertama adalah mekonium dan urin (Maryunani, 2008; h.97). bayi yang normal
berkemih (6-8 kali sehari) dan buang air besar dalam sehari (3-4 kali perhari
pada hari ke-3 sampai hari ke-4, 4-6 kali perhari pada hari ke-4 sampai ke-6,
8-10 kali perhari dari usia 1 minggu hingga 1 bulan (Schwartz, 2005, h. 68). Bayi
ikterus urin dan tinja terlihat pekat, warna seperti teh (Surasmi, 2003; h.
68).
f. Data penunjang
Data penunjang adalah data yang
diperoleh selain dari pemeriksaan fisik (Matondang, 2003). Data penunjang
meliputi pemeriksaan Hb dan golongan darah serta USG dan rontgen (Manuaba,
2007). Pemeriksaan laboratorium bayi ikterus adalah Rh darah ibu dan janin
berlainan. Kadar bilirubin bayi aterm lebih 12,5 mg/dL, premature lebih 15
mg/dL (Surasmi, 2003; h. 68).
3. Assesement
Langkah II : Interpretasi Data
Untuk melakukan identifikasi yang benar
terhadap masalah atau diagnosa yang berdasarkan interpretasi diatas, pada
langkah ini data dikumpulkan dan diinterpretasikan menjadi masalah atau menjadi
diagnosa kebidanan (Varney, 2004; h. 23).
a. Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa
yang ditegakkan dalam lingkup kebidanan (Varney, 2007)
Diagnosa : NCB, SMK, ikterus neonatorum umur …. hari
(Kepmenkes nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007).
b. Masalah
Merupakan hal – hal yang berkaitan
pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai
diagnose (Varney, 2007). Masalah-masalah yang sering dijumpai pada bayi baru
lahir dengan ikterik adalah gangguan sistem pernafasan, reflek hisap, dan
menelan minuman, kesadaran menurun atau sering tidur (Manuaba, 2007).
c. Kebutuhan
Hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien
dan belum terindentifikasi dalam diagnosa dan masalah yang didapatkan dengan
melakukan analisis data (Varney, 2007). Kebutuhan yang harus diberikan pada
bayi baru lahir dengan ikterik adalah oksigen sesuai terapi, pemberian cairan
yang cukup, mengobservasi keadaan umum bayi secara intensif menjaga supaya
lingkungan sekitar tetap nyaman dan hangat (Ngastiyah, 2005)
Langkah III : Diagnosa Potensial
Mengidentifikasi diagnosis atau
masalah potensial yang mungkin akan terjadi berdasarkan diagnosis atau masalah
yang sudah diidentifikasi. Misalnya diagnosa potensial ikterus neonatorum
potensial terjadi Ensefalopati Billirubin (Sudarti, 2010; h. 88).
Langkah IV
: Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan
segera oleh bidan atau dokter dan atau ada hal yang perlu dikonsultasikan atau
ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai kondisi bayi,
contohnya adalah pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori
yang mencukupi dan pemantauan perkembangan ikterus (Sudarti, 2010; h. 88).
4. Planning
Langkah V : Perencanaan
Merencanakan asuhan yang rasional
sesuai dengan temuan pada langkah sebelumnya (Sudarti, 2010; h. 88). Rencana
asuhan dari diagnosa yang akan diberikan dalam kasus bayi baru lahir dengan
ikterus fisiologis (Ngastiyah, 2005) antara lain :
a. Mengobservasi
keadaan umum dan tanda vital.
b. Memenuhi
kebutuhan nutrisi.
c. Menjemur
bayi pada sinar matahari pagi, jam 7 – 8 pagi selama 15 sampai 30 menit.
d. Memeriksa
billirubin dalam darah dengan pemeriksaan laboratorium
e. Kolaborasi
dengan dokter Sp.A mengenai terapi dan tindakan yang diberikan.
f. Memberikan
rasa aman (emotional security) baik secara kontak fisik maupun psikis dengan
dibawa mendekat ke tubuh ibunya dan digendong dengan lembut.
g. Selalu
berinteraksi dengan bayi untuk memberikan stimulasi.
h. Lakukan
pencegahan infeksi seperti cuci tangan, ganti baju bila : mandi, basah terkena
muntahan, kotor, Ganti popok bila BAK/BAB
(Surasmi, 2010; h. 69).
Langkah VI : Pelaksanaan
Menurut Varney (2007), pada langkah
ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang diuraikan pada langkah kelima,
dilaksanakan secara efisien dan aman. Penatalaksanaan ini bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh klien atau tenaga kesehatan lainnya.
Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri tetapi dia tetap memikul tanggung
jawab untuk mengarahkan penatalaksanaan manajemen yang efisien akan menyingkat
waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan pada bayi baru lahir dengan
ikterik.
Langkah VII : Evaluasi
Mengevaluasi keefektifan asuhan yang
sudah diberikan, mengulangi kembali proses manajemen dengan benar terhadap
setiap aspek asuhan yang sudah dilaksanakan tetapi belum efektif (Sudarti,
2010; h.88).
E. Landasan Hukum
1. UU RI nomor 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan
BAB VII Kesehatan Ibu, Bayi, Anak,
Remaja, Lanjut Usia, dan Penyandang Cacat
Bagian
Kesatu : Kesehatan ibu, bayi, dan anak
Pasal
128
a. Setiap bayi berhak mendapatkan air
susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas
indikasi medis.
b. Selama pemberian air susu ibu, pihak
keluarga, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu
bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.
c. Penyediaan fasilitas khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan ditempat kerja dan tempat sarana
umum.
Pasal
129
a. Pemerintah bertanggung jawab menetapkan
kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara
eksklusif.
b. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal
131
a. Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan
anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat,
cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak.
b. Upaya pemeliharaan kesehatan anak
dilakukan sejak anak masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan
sampai berusia 18 (delapan belas) tahun.
c. Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan
anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi tanggung jawab dan
kewajiban bersama bagi orang tua, keluarga, masyarakat, dan pemerintah, dan
pemerintah daerah.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang registrasi dan praktik bidan
BAB
III Penyelenggaraan Praktik Bidan
Pasal
9
Bidan
dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi :
a. Pelayanan kesehatan ibu dan anak.
b. Pelayanan kesehatan anak.
Pasal
11
a. Pelayanan kesehatan anak sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak
balita dan anak pra sekolah.
b. Bidan dalam memberikan pelayanan
kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk;
1) Melakukan asuhan bayi baru lahir
normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusui dini,
injeksi vitamin K1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal, (0-28 hari)
dan perawatan tali pusat.
2) Penanganan hipotermi pada bayi baru
lahir dan segera merujuk.
3) Penanganan kegawat-daruratan,
dilanjutkan dengan perujukan.
4) Pemberian imunisasi rutin sesuai
program pemerintah.
5) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak
balita dan anak pra sekolah.
6) Pemberian konseling dan penyuluhan.
7) Pemberian surat keterangan kelahiran.
8) Pemberian surat keterangan kematian.
3. Kepmenkes Nomor 369 tahun 2007 Tentang Standar Profesi Bidan
Standar
13 : perawatan bayi baru lahir
a. Pernyataan standar
Bidan memeriksa dan menilai bayi baru
lahir untuk memastikan pernafasan spontan, mencegah hipoksia sekunder,
menemukan kelainan dan melakukan tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan.
Bidan juga harus mencegah atau menangani hipotermia.
b. Hasil :
1) Bayi baru lahir dengan kelainan atau
kecacatan dapat segera menerima perawatan yang tepat.
2) Bayi baru lahir mendapatkan pelayanan
yang tepat untuk dapat bernafas dengan baik.
3) Penurunan angka kejadian hipotermia.
4. Kepmenkes nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang standar asuhan kebidanan
Standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam proses
pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai wewenang
dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Mulai dari
pengkajian, perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan, perencanaan,
implementasi, evaluasi dan pencatatan asuhan kebidanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar